Jakarta -
Data dari Badan Pusat Statistik 2023 menunjukkan bahwa 40,64% rumah tangga, baik di daerah perkotaan dan perdesaan, menggunakan air kemasan bermerek dan air isi ulang sebagai sumber air minum utama mereka. Namun, masih ada kesalahpahaman masyarakat yang beranggapan bahwa semua air minum adalah sama.
Banyak yang beranggapan air yang terlihat jernih maka aman untuk diminum. Mengutip dari laman Seafast Center Peneliti Senior di Southeast Asian Food and Agriculture and Technology (Seafast) Center IPB University, Prof Ratih Dewanti Hariyadi menjelaskan bahwa sebagian besar polutan atau cemaran dalam air adalah berupa cemaran kimiawi, biologis, atau fisik yang tidak terdeteksi oleh panca indera manusia alias tak bisa dilihat secara kasat mata.
"Cemaran kimiawi mencakup antara lain logam berat, senyawa organik sintetis, senyawa anorganik atau mineral, serta residu kegiatan pertanian. Sementara cemaran biologis dapat berupa bakteri patogen, virus, dan protozoa," papar Ratih dikutip dari laman resmi Seafast Center, Jumat (11/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam jangka pendek, air yang terkontaminasi mikroorganisme patogen akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan jika dikonsumsi. Masyarakat yang mengonsumsinya bisa terkena penyakit gastrointestinal atau diare. Sementara itu, dalam jangka panjang paparan terhadap logam berat atau zat kimia lain dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis, kerusakan organ, anemia, hingga kanker.
Selain anggapan bahwa semua air minum sama, masyarakat juga sering menganggap bahwa bakteri di dalam air akan mati ketika direbus dengan suhu 100⁰ C dalam waktu lama. Faktanya, ada beberapa jenis bakteri yang masih berada pada tahap awal pertumbuhan dan dapat melindungi dirinya dengan membentuk spora. Selain itu, merebus air yang tercemar hingga mendidih tidaklah efektif untuk m...